Bulan Kasih & Sayang (Honey Moon)
“Saat
Anda jatuh cinta karena Allah, ia tidak akan pernah mati.”
“Hiduplah bagai sang lebah yang melihat keindahan sang bunga
di taman Surgawi”
“Bunda….”
Panggilku kepada sang istri di suatu pagi.
“Iya
Ayah….”jawabnya dengan suara yang penuh kelembutan.
“Minggu
depan kita “honey moon” ke Madinah yah….Semua sudah ok kok, pihak travel sudah
mengurusnya untuk kita berdua.” Aku mencoba menerangkannya.
“Alhamdulillah…ya
Allah…”Ucap sang istri penuh syukur.
Di hari
keberangkatan kami menggunakan pesawat Emirates dan langsung mendarat di
Madinah.
“Sayangg…ayo
buruan, nanti ketinggalan lho…”kataku sedikit khawatir karena sang istri agak
lamban bergerak.
“Santai aja
napa….nga bakalan ketinggalan kok…”jawabnya santai.
Tiba-tiba….Mobil
bis yang mengangkut kami telah penuh oleh orang-orang yang turun dari pesawat.
Dan mobilpun meninggalkan sang istri sendirian. Aku hanya bisa melihatnya dari jendela
bis yang terus melaju menuju bandara. Kami terpisah sementara….
Di bandara,
akhirnya kami bisa bertemu kembali, setelah sempat terpisah. Dia terlihat
sempat shock karena terpisah denganku. Sepanjang bandara sang istri hanya diam
dan sepertinya ada perasaan bersalah telah berkata demikian.
Akupun
mencoba mendekatinya dan memeluknya untuk memberikan rasa aman.
“Lain kali,
ikuti aja apa kata suami yah…banyak melihat yang baik yah”kataku mengingatkan.
“Iya dehhh….”katanya
sambil menunduk malu tapi mulut mengkerut.
Semua orang
terlihat mengantri untuk keluar dari bandara. Tiba-tiba seorang petugas
melarangku untuk keluar. Ternyata dari tadi aku tidak melihatnya yang sedang
duduk. Jadinya dia menahan pasporku dan tidak ingin menyerahkannya. Sepertinya
dia kecewa karena tidak melihatnya dan melewatinya begitu saja.
Akupun juga
heran, kok bisa tidak melihatnya.
Setelah
beberapa lama, akhirnya pasporku diberikan setelah mendapat bantuan dari pihak
travel.
Alhamdulillah,
akhirnya semua berjalan dengan lancar kembali. Dan kami tiba di hotel yang
besar dan megah pas depan Masjid Madinah yang sangat indah. Aku rebahkan
tubuhku di kasur hotel yang empuk untuk sekedar beristrahat.
“Ehhhhh,
ayah….malah tidur….ayooooo kita sholat ke masjid ayahhhh…..”Sang istri terlihat
sedang bersemangat dan bersiap-siap untuk segera ke masjid.
“Masih……kelelahan
aku sayang, sebentar yah….”kataku sambil menutup mata sebentar.
“Masya
Allah…ayo ayah…keburu telat nanti, kan ramai di masjid…”ujarnya memberi
semangat sambil memakai gamisnya yang berwarna hitam. Wajah sang istri yang
telah tersiram air suci dengan pakaian hitam makin memunculkan cahaya bulan yang
terang menerangi seisi kamar.
“Baiklah
sayang….” Akupun bangkit dan langsung berwudhu menuju masjid.
Kami turun
dari kamar menuju lobby hotel yang megah dengan warna keemasan, kondisi masjid
sangat bersih dan berkilauan. Semua pelayan berpakaian rapi dan necis siap
melayani para tamu Allah. Aku merasa seperti seorang raja yang berada dalam
kerajaan surga.
Kami turun
dari hotel dan keluar menuju masjid. Beberapa orang yang ikut jalan bersama
kami, terlihat meneteskan air mata haru. Aku sendiri tak henti-hentinya
mengucapkan syukur alhamdulillah, dapat menginjak kota suci dan tanah suci
Madinah dan Makkah.
Kami berdua
tak sabar untuk segera masuk ke dalam masjid sang nabi yang kami cintai.
Didepan
masjid terbuka lebar pintu gerbang yang sangat besar, sehingga mobil trontonpun
rasanya dapat untuk masuk. Diseluruh pintu dihiasi kaligrafi quran yang sangat
indah, rasanya ingin menciumnya, ketika terlihat beberapa orang menciumnya
dengan penuh cinta.
Didalam
masjid seolah hadir seorang sang nabi Allah dengan kudanya menyambut kami
dengan perasaan senang. “wahai kekasihku,
umatku yang aku cintai, selamat datang di masjidku…semoga selalu dalam rahmat
dan ridho Allah” Bayangannya sekejap menghilang.
Didepan
terlihat sebuah makam nabi yang sangat besar tepat disebelah “taman surgaNya”.
Surga yang aku dan istri impikan telah ada dihadapan. Suasana sangat tenang dan
damai, ramai tapi menenangkan sang jiwa. Sangat banyak yang berdesakan untuk
masuk ke dalam taman surga. Di “taman surga” di sebuah tempat sebelah mihrab
sang nabi aku berdoa…
“Ya Allah… jadikan aku selalu menjadi manusia yang bermanfaat
dan beramal sholeh serta menjadi penghuni surgaMu ya Allah SWT. Jadikan kami
selalu menjadi hamba yang bersyukur, mampu berderma, dan memiliki kekasih
sejati sepanjang masa dan menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah.
Aamiin…” Kututup
wajahku dengan usapan lembut jemari tanganku dengan rasa khusuk yang dalam.
Di dalam
masjid, aku sangat terkagum dan terkesima dengan arsitektur masjid yang sangat
indah dan islami. Sangat terasa nuansa kedamaian di dalam hati dan jiwa yang
terdalam. Pantaslah orang semakin ketagihan untuk datang kesini.
“Subhanallah…”aku
berucap tak berhenti.
Dalam hati,
aku berniat jika ada dana kiranya dapat membangun masjid yang minimal mirip
dengan masjid Madinah yang indah ini. Dimulai dengan memiliki anak yang bernama
Madinah suatu hari nanti. “Allahuma
shalli alaa Muhammad….” Ucapku berkali-kali…
Setelah
menunaikan sholat di “taman surga”, mendadak ada seseorang yang berwajah Arab
berpenampilan bersih, meminta uang 1 dollar, tapi aku malah memberikan 10
dollar sebagai sedekah. Tapi ditolaknya dengan berkata “1 dollar only…” Aku
merasa dalam hati “wah, dikasih lebih banyak kok malah mau yang sedikit?....Aneh
yah”
Aku lalu
menarik uang 1 dollar dari saku celanaku yang lain dan memberikan kepadanya,
lalu aku berbalik untuk sholat kembali. “Thank you…” katanya
Sesaat aku
berbalik untuk melihatnya kembali, sang pemuda sudah tiada, lenyap dari pandangan
mata.
Aku sempat
mendengar pembicaraan, bahwa saat ini di Makkah sedang ramai dan akan sangat
sulit jika besok kami datang untuk mendekati Hajar Aswad apalagi untuk
menciumnya.
Aku jadi
berfikir bagaimana caranya agar dapat mencium sang batu surgawi tanpa
berdesakan tapi malah dipersilahkan dengan hormat oleh sang askar. Aku kan
bukan orang penting. Aku lalu berdoa…..
“Ya
Allah…kabulkanlah impianku ya Allah…kabulkanlah…..” sambil meniup tanganku dan
kuusapkan ke seluruh wajah ini.
Besoknya
kami bersama rombongan travel naik bis menuju kota Makkah Al Mukarromah.
Disepanjang jalan sang Muthawwif memberikan penjelasan tentang umrah dan haji
dengan cara yang menarik, sambil menikmati suasana pegunugan gurun yang tandus
tak berpohon tapi penuh keberkahan. Kami tak bisa membayangkan bagaimana bisa
daerah yang panas dan tandus begini, malah terasa seperti laksana surga yang
dirindukan umat sedunia.
“Subhanallah. Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan…”
Hari sudah
menjelang malam, kami bersama rombongan tiba di kota Makkah. Beberapa anggota
rombongan terlihat meneteskan air mata dan mengelapnya dengan jarinya.
Aku melihat
sang istri juga ikut merasakan rasa terharu yang dalam…matanya merah tapi dengan
raut wajah bahagia.
“Tour
guide/muthawwif” mengajak kami semua untuk langsung masuk ke dalam Masjidil
Haram, tanah haram bagi para kaum kafir. Beberapa orang langsung ikut thawaf
qudum dan berusaha untuk mencium Hajar Aswad sebagai rasa sayang. Beberapa
orang hanya terduduk diam, memandangi Baitullah dengan rasa takjub dan sayang.
Sayangnya,
mereka kembali dengan rasa syukur dapat thawaf pertama kali, tapi tak mampu
mencium Hajar Aswad karena kondisi Baitullah yang sangat ramai. Setiap orang
yang ingin menciumnya malah terdorong
keluar entah oleh siapa.
“Masya Allah…..Aduh…bagaimana yah caranya agar aku tidak
berdesakan dan dimudahkan oleh Allah… Ya Allah bantu aku, mudahkan aku ya
Allah” Tak henti-hentinya aku berdoa dalam hati.
Aku hanya
sholat didepan Kabah….dan tak menyangka melihat yang tak terlihat. Sosok
“malaikat putih” bagai seekor burung raksasa yang menutupi Kabah dengan
sayapnya. Bagai seorang bidadari yang berpakaian gamis yang mengangkat kedua
belah tangannya….
Samar
bercahaya tapi jelas memiliki bentuk bagai burung.
“Masya Allah…..pertanda apakah ini….?”
“Mengapa tak ada orang lain yang memperhatikannya…selama
ini….?
Aku
melihatnya sendiri atau hanya halusinasi, entahlah. Semoga nanti akan
terungkap.
Esoknya,
setelah sholat subuh aku merasakan energi dan jiwa yang luar biasa
bersemangatnya.
Aku kembali
ingin beribadah thawaf dan mencium sang batu surgawi, namun ternyata justru makin ramai dan padat sekali….
Matahari
juga sangat terik dan panas menyengat, karena tanpa pelindung matahari.
“Ya Allah,
bantu kau ya Allah, lindungi aku ya Allah…payungi aku ya Allah…”
Mendadak
ada seseorang keturunan Arab Eropa yang juga dengan thawaf disebelahku.
Badannya yang tinggi besar hampir 2 meter membuatku terlindungi dari paparan
sinar matahari yang panas selama thawaf. Aku berjalan dibawah bayangnya. Akupun
thawaf berputar beberapa kali bersamanya. Alhamdulillah.
Selesai
thawaf qudum, aku mengantri untuk menunggu giliran mencium Hajar Aswad.
Walaupun banyak juga yang tidak mau antri, tapi aku pasrah dan sabar menunggu
giliran dibawah naungan Kabah dan Askar yang memperhatikan, sambil banyak
mengucapkan doa, zikir dan sholawat.
Tiba-tiba,
sang Askar membawa beberapa tanda dan memberi pembatas serta meminta semuanya
untuk keluar dari putaran Kabar, karena sebentar lagi lantai sekitar Kabah akan
dibersihkan. Otomatis keadaan menjadi lengang dan aku yang sedang menunggu
dipersilahkan oleh sang askar untuk mencium Hajar Aswad dengan baik tanpa harus
berdesakan.
“Alhamdulillah
ya Allah kuasaMu meliputi semua…” aku semakin khusuk bersyukur.
Berdua
bersama kekasih hati, sang istri berkunjung ke makam nabi dan Baitullah sungguh
sebuah mimpi terbaik yang menjadi nyata.
Kesendirianku,
kesedihanku telah dihapuskan olehNya, digantikan dengan anugrah dan rahmat yang
tiada habisnya. Hubunganku denganNya aku harmoniskan dengan mencintai sang
kekasih. MencintaiNya dan mencintainya adalah wujud dari rasa cinta itu sendiri
yang berasal dari zat Sang Maha Cinta dan Kasih.
Syairku
yang pernah kutulis di sebuah buku hidup, kusimpan sementara di “atas langit” di
sebuah media langit.
“Saat ini, mulai hari ini aku akan berusaha untuk selalu
mencintai sang cinta dan membuatnya bahagia hingga ke anak cucu keturunanku
kelak.” Janjiku pada Zat Maha Cinta.
Akhirnya
kami selesai menjalankan umrah dan melakukan thawaf wada sebagai thawaf
perpisahan. Tiba di Jeddah kami mampir di “floating mosque” masjid terapung
kota Jeddah yang ada di laut Merah.
Cinta kamipun
bersemi dan mengapung lepas terbang diatas lautan yang membiru.
Ibadah
menuju cintaNya, sunnah sang nabi kami jalankan sebagai bentuk amalan pahala
dengan nikmat yang penuh berkah.
Sang matahari
sore mengantar kami ke hotel di Jeddah, dan masuk hingga ke jendela kamar yang
indah dan romantis.
Wangi harum
bunga semerbak menyelimuti kamar yang bernuansa lembut penuh kasih dan sayang
berwarna pastel. Kamar romantis dengan corak bunga yang lembut.
Sang raja
sehari telah bersuci, menanti sang permaisuri yang menari di pancuran air suci.
Sang raja meminum madunya sari bunga. Kini sang bulan terselimutkan sang
matahari hingga cahayanya tak terlihat.
Sang
bidadari yang suci, memeluk sang jiwa bagai pertemuan pertama yang terpisah sejuta
tahun cahaya.
Sepasang
suami istri di peraduan suci, meraih cinta dan cintaNya. Bagai memasuki
lembaran buku baru yang baru saja dibuka dari plastiknya.
Putih dan
suci bagai mata air surgawi. Mata yang bercahaya memancarkan cahaya yang
selembut rembulan semesta alam. Tubuh sang bidadari menari bak penari dari
langit nan biru. Kuangkat sang kekasih ke peraduan, dan memadu cinta hingga
pagi menjelang.
Cinta yang
murni dari masjid untuk masjid, bagai curahan rahmat yang datang tiada
terhenti.
Cinta yang
berbalut air suci hingga kembali suci kembali. Bagai air hujan yang turun dari
lembah ke lautan yang dalam, menyusur perlahan masuk ke setiap pori tanah,
memeluk dahan, memetik sang bunga, bagai sang lebah menghirup sari bunga yang
sedang berkembang.
Kehidupan
baru sang insan akan terus berlanjut hingga jutaan generasi yang menyusuri
jalan jutaan kilometer hingga ke pintu yang cahaya nan suci.
Dan aku
buka kitab yang sedang menunggu untuk dibuka dan kini kutemukan kembali yang
kucari.
“Segala
puji bagiMu ya Allah, Tuhan semesta alam….”
Perjalanan
baru kamipun kembali dimulai, pesawat terbaik Indonesia Garuda airline
mengantar kami kembali ke tanah air, negeri tetesan surgawi.
Dalam
pesawat kami membuka secarik kertas putih dan disitu tertulis, ketika sang nabi
bersabda:
Comments