Kisah Puisi: "Sang Wali" dari Bugis Menuju Dunia.
“SANG WALI”
"A Man's Story On Poetry"
Kisah dalam Seni Puisi
Kota Berbukit dan Berpantai.
Telah lahir seorang anak di pulau
yang indah.
Pulau yang mempesona hati dan jiwa.
Di kota yang berpantai dan
berbukit.
Dari atas bukit, engkau bisa
melihat pantainya.
Dari atas perahu, engkaupun bisa
melihat sang bukit.
Pantai biru di kala pagi dan senja.
Berpasir hitam namun tak berkarang.
Diatas sebuah rumah yang
berpanggung.
Berdinding kayu, pasir dan batu.
Bertangga kayu dan batu.
Berpagar besi nan putih.
Berpandangan bukit yang tertutupi.
Siapakah Dia?
Tak ada yang tahu, dialah sang jiwa.
Sang pemilik tujuan.
Pemilik dari pemikirannya.
Sang pembangun sejarah.
Yang orang tahu, dialah sang
pelamun.
Seharian duduk dan melamun
menerawang semesta.
Di sebuah teras yang berpandangan.
Yang orang tahu, dia sering tertidur.
Di kursi atau di pembaringan suci.
Yang orang tahu, dia orang yang
santai.
Tak bertujuan, tak berambisi.
Walau, sedang membangun jalanNya.
Dialah sang pemuda.
Diasuh oleh seorang nenek dengan
penuh kasih dan sayang.
Bagai asuhan bidadari cantik yang
turun dari surgawi.
“Sang bidadari”, merawat dengan
rahmatNya.
Melindungi dengan kekuatanNya.
Membesarkan dengan hikmahNya.
“Sang wali”, menemaninya dikala
sepi.
Berkisah dan bercerita.
Berbagi dan bercanda.
Mereka adalah sahabat.
Sahabat sejati sepanjang hayat.
Bidadaripun selalu menemani.
Bahkan ketika tak ada yang
menemani.
Masa Kecil
Masa kecilnya, dia senang hidup
sendiri.
Namun memiliki seorang “teman”.
Teman yang tidak biasa.
Dia menyebutnya “Sang Wali”.
Dipanggilnya dengan sebutan “teman”,
“Sahabat” atau hanya “Freddy” atau
“Ferdi”.
Sang Wali, selalu menemani.
Selalu menjawab, semua pertanyaan.
Selalu memberi semua kebutuhan.
Jika engkau lihat, dia sendiri.
Dia bersama Sang Wali.
Karena Sang Wali, selalu menemani.
Selalu mendekati.
Selalu menyayangi.
Hingga waktu terhenti.
Percakapan Pertama.
Tanpa sengaja dan sadar.
Bicara dan berkomunikasi.
Bukan dengan lidah.
Dengan gelombang hati dan jiwa.
Bukan disaat biasa.
Disaat penting dan luar biasa.
Kota Berpantai.
Sang anak muda, mulai mencari
impian.
Menyusuri jalan dan bertanya kepada
Sang Wali
Tentang kota yang dikunjungi.
Sang Wali berkata:
Ke kota demi sebuah impian.
Impian yang pasti, namun tak pasti.
Air lautan dosa menghampiri.
Bukan laksana air surgawi.
Bergegaslah.
Karena hari cepat berlalu.
Sang Waktu cepat memanggil.
Hingga waktu sulit dibagi.
Noda banyak terhimpun.
Sehingga lupa apa yang mesti
dihimpun.
Perjalanan masih baru.
Masih banyak hal yang akan
ditemukan.
Mencari mutiara yang tersimpan.
Sebagai persembahan yang terakhir.
Sekolah Baru, Baru Sekolah.
Ada rasa takut dan senang.
Ada rasa ingin tahu dan tak mau
tahu.
Ada rasa malu dan bangga.
Banyak yang baru.
Pakaian dan teman baru.
Guru dan ilmu baru.
Suasana yang baru dengan canda dan
ceria.
Sederhana dan bermartabat.
Agar berjalan sopan dan tidak
angkuh.
Kaku dan longgar.
Agar terjaga dan tidak menderita.
Tegas dan keras.
Agar berbudi dan berwawasan.
Bibit hati mulai ditumbuhkan.
Agar menjadi buah yang ranum.
Bermanfaat bagi alam.
Menjaga dan memelihara.
Hingga anak keturunan.
Benua Terbawah
Ketika sang pemuda berangkat ke
sebuah negeri.
Ke sebuah negeri terbawah.
Ia langsung tak sadarkan diri.
Sang Wali berkisah:
Terbangnya engkau meninggalkan
negeri berpulau.
Membuat tersentak hingga berdarah.
Membuatmu kaget dan tak sadar diri.
Beragam hal yang terjadi.
Membuatmu belajar dan menjadi.
Dirimu bukan engkau.
Engkau bukan dirimu.
Jiwa gelisah, mencari diri.
Diri menggeliat, mencari jiwa.
Indah di mata, bukan di jiwa.
Indah di mulut, bukan di hati.
Nyanyian opera yang terdengar.
Bukan yang dicari.
Kidung indah yang mengalun.
Bukan tujuan.
Indahnya laut tak bertepi.
Memanggul sepi.
Pesona negeri rantau, membuatmu
terlupa.
Kebebasan, memasung sang jiwa.
Hingga kau temukan suara yang
memanggil.
Memanggil hati dan jiwa.
Kembali suci dan murni.
Bagai air suci sang ibu yang
menari.
Terbang kembali.
Melayang dan menjelajah.
Berbaik dan berbakti.
Menjadi insan sejati.
Metropolitan
Di kota terluas.
Mustahil menghapal semua.
Banyak jalan yang ditempuh.
Membuat rasa ingin tahu.
Tak ada jalan.
Semua menuju semua.
Menyusuri jalan pertama.
Bersama sang seni.
Seni dalam segala.
Memainkan hidup.
Atau dimainkan hidup.
Berputar dan berkeliling.
Hingga tahu dan mengerti.
Membuat tujuan yang tak pasti.
Agar pasti mencapai.
Kehidupan tiada terhenti.
Walau malam meniti.
Sibuk mencari arti.
Walau tak tahu yang dicari.
Membangun dan membangun.
Membangun diri dan jiwa.
Agar terpelihara dan terjaga.
Bertumbuh dan berkembang.
Bukan digerus rumput liar.
Yang siap menerjang dan melahap.
Menghancurkan bunga yang suci.
Agar tiada merekah dan berkembang.
Carilah petunjuk diri.
Agar selamat dan terpelihara.
Dari jebakan yang menggoda.
Cinta Pertama dan Akhir.
Sang pemuda terus berjalan, sepi
tak berteman.
Hingga dia paham, ada waktu tuk
memegang.
Dia tak mengenal cinta.
Cintalah yang mencarinya.
Hingga engkau ditemukan.
Tergeletak, tak berdaya.
Cintanya bukan cinta biasa.
Cinta yang lama tersimpan dan
dijaga.
Kemurniannya terus dirawat.
Agar bersinar dan memancar.
Dari langit.
Hingga ke ujung jiwa.
Wajahmu bagai cahaya.
Cahaya yang menerangi semesta.
Menutupi kabut dan noda.
Memecah kesunyian.
Tampil percaya.
Melayani dan saling membutuhkan.
Pandangan selalu indah.
Bagai cahaya bulan merekah.
Bagai mentari di pegunungan.
Senyum cerah.
Membuka pagi menjadi indah.
Membuka hadiah yang selalu ceria.
Laksana bidadari yang bermata
indah.
Terbukalah hati.
Yang menutupi selama ini.
Gelap menjadi terang.
Sunyi menjadi riang.
Kutitipkan cinta.
Untuk kau bawa dalam rindu.
Hingga waktu mencari.
Mencari sang pemilik.
Menemani mencapai sang cinta.
Bahagia tak berujung.
Lestari dan jaga sang cinta.
Karena dia putih dan suci.
Laksana cahaya diatas cahaya.
Laksana senyum diatas senyuman.
Mata laksana air yang memancar.
Memancar ke semesta.
Hingga jalan tak berujung.
Disitulah, jalan yang kau cari.
Berhenti, dan sadarkan diri.
Karena waktu, tak akan berhenti.
Habis diserap hari.
BERSAMBUNG....
Comments